Kebangkitan Nasional di Era Generasi Medsos
Oleh
: Ari Tri Noeryanti, S.Sos
Seringkali kita prihatin melihat
perkembangan generasi muda akhir – akhir ini. Dimulai dari bangun pagi memegang
handphone/HP, makan melihat HP, sampai sore dan malam hari perhatiannya tidak
terlepas dari telepon genggam. Kadangkala orang tua sampai geregetan karena
memanggil nama anaknya berulang-ulang namun si anak tidak menyaut karena asyik
bermain smartphone. Kebiasaan memegang HP tidak hanya remaja namun mewabah sampai
anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar tak kalah antusiasnya dengan yang
remaja.
Meski diakui kebiasaan anak memegang
HP mendorong keterampilan tangan mengolah sejumlah vitur, terbiasa dengan
teknologi dan game. Tak jarang membuahkan kreaktifitas misalnya membuat paduan
gambar, mengolah rangkaian peristiwa, membuat video lucu, video tutorial dan
menguploadnya di youtube. Kadangkala saya pun dibuat kagum dengan video
kreaktif yang dibuat anak 8 dan 10 tahun.Mungkin saya tak akan mampu membuatnya
saat seusia mereka. Zaman telah berubah teknologi komunikasi merambah ke segala
usia dan segmen. Era baru.Program digital dan pembelajaran digitalpun bisa
diakses melalui smartphone. Serasa sekolah tatap muka tak akan diperlukan lagi
di kemudian hari karena semua pembelajaran dan tugas bisa diakses melalui
smartphone.
Simulasi Jean Baudrillard
Jean
Boudrillard yang lahir di Perancis 1929, dari keluarga petani urban. Sosiolog
Boudrillard menganggap bahwa masyarakat modern adalah merupakan simulasi.
Simulasi adalah serangkaian reproduksi ( melalui teknologi komunikasi, yang
mendunia melalui televisi, media sosial ), penanda atau simbol adalah merupakan
simulasi atau yang dibaca realitas sosial. Boudrillard mengajukan nilai tanda (
sign value ) dan nilai simbol ( simbol value) sebagai kerangka membaca realitas
dewasa ini melalui konsumsi dan reproduksi. Masyarakat merupakan representasi
simulasi sebagai tanda real ( fakta) yang tercipta melalui tanda,citra yang
diproduksi bertumpuk dengan kenyataan yang dapat dilihat dan tampak.
Kenyataan
anak-anak dan remaja hidup dalam simulasi tersebut. Simulasi yang menjadi
kenyataan adalah model-model seperti: Justin Bieber, Stars war, Minions, Spider
Man. Simulasi bukanlah kenyataan tapi fantasi. Hiperrealitas adalah realitas
semu, dari kenyataan-kenyataan yang tumpangtindih. Aktifitas dunia maya dapat
dipenuhi kegiatan yang positif seperti pendidikan dan berkenalan dengan
siapapun tanpa mengenal batas. Mereka berinteraksi, bercakap-cakap, belajar,
mengerjakan tugas, bahkan berkreasi dibidang komunikasi digital melalui
smartphone. Realitas yang terjalin dalam berita sebagai simbol direproduksi
dalam berbagai medsos merupakan fakta yang fantasi di alam pikir dirangkai
dengan kenyataan bahwa kemajuan teknologi telah menggantikan interaksi primer
dan produksi nilai – nilai sosial. Fenomena borderless tak mengenal batas.
Seseorang bisa mengakses berita dan menerima atau mengirim pesan atau simbol secara
bebas. Bagaimana nasionalisme tumbuh atau dibangkitkan pada generasi yang tidak
mengenal batas negara dan nilai-nilai perjuangan ?
Kebangkitan Nasional
Setiap
20 Mei Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Sekolah sekolah
memperingatinya melalui Upacara Bendera dan mendengarkan orasi tentang sejarah
atau puisi perjuangan. Nilai – nilai nasionalisme yang disinyalir dilahirkan
oleh Boedi Oetomo bersifat nasional, pergerakan Boedi Oetomo adalah kesadaran
tentang kaum berpendidikan tempo dulu yang berbeda dari perjuangan sebelumnya
yang bersifat sporadis dan kedaerahan. Perjuangan melalui pergerakan organisasi
melahirkan tokoh tokoh intelek seperti Sutomo, Douwess Dekker, Dr Cipto
Mangunkusumo, Ir. Soekarno, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Dr Tjipto
Mangunkusumo.
Semangat,
spiritual dan nilai nilai kebangsaan akan sulit dimiliki oleh generasi medsos
karena model tidak tersedia. Model renaissance pernah di modelkan oleh film
kartun kura – kura ninja. Konon kabarnya caplin juga parodi dari penjahat
perang Adolf Hittler. Apakah diperlukan model model pahlawan di dunia maya?
Mengingat itu upaya yang efektif yaitu menggunakan cara-cara reproduksi ala
posmodern.
Rekayasa
Simulasi
Untuk memenangkan hati anak-anak dan
remaja perlu dicoba mempopulerkan model – model seperti Sutomo, Douwess Dekker, Dr Cipto Mangunkusumo, Ir. Soekarno, Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Deawantara, Dr Tjipto Mangunkusumo. Popularitasnya
dapat diangkat melalui lomba karikatur sejarah, lomba membuat model-model
pahlawan yang dibuat sinematografi dan diangkat dalam film kartun, sinetron,
movie (film), visualisasi model dalam cerita dongeng seperti dimasukan dalam
sinetron atau film seperti upin ipin adalah strategi penggunaan model pahlawan
sebagai sosialisasi nilai perjuangan di era tanpa batas. Tanpa menafikan nilai
perjuangan dan melecehan saran dibuat mempopulerkan dan menginternalisasikan
nilai perjuangan kepada generasi medsos. Mereka dapat berkreasi sesuai dengan
bakat dan kemampuannya dibidang teknologi komunikasi namun bisa juga sekaligus
mempelajari nilai nilai perjuangan secara riil. Perkembangan zaman menuntut
kita orang dewasa berfikir ala remaja guna memperoleh hasil maksimal. Cara –
cara yang dipakai menggunakan cara cara remaja untuk meraih dan memenangkan
perhatiannya. Semoga nilai nilai perjuangan Indonesia tidak lagi asing bagi
generasi penerus. Beraneka lomba yang kreaktif diviralkan untuk mempengaruhi
perhatian kaum muda. Kenyataan simulasi yang riil melalui model model pahlawan
diharapkan menumbuhkan euforia perjuangan sebelum akhirnya benar-benar menjadi
kesadaran.Bukankah patut dicoba?