Senin, 22 Mei 2017

Kebangkitan Nasional di Era Generasi Medsos



Kebangkitan  Nasional di Era Generasi  Medsos
Oleh : Ari Tri Noeryanti, S.Sos
            Seringkali kita prihatin melihat perkembangan generasi muda akhir – akhir ini. Dimulai dari bangun pagi memegang handphone/HP, makan melihat HP, sampai sore dan malam hari perhatiannya tidak terlepas dari telepon genggam. Kadangkala orang tua sampai geregetan karena memanggil nama anaknya berulang-ulang namun si anak tidak menyaut karena asyik bermain smartphone. Kebiasaan memegang HP tidak hanya remaja namun mewabah sampai anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar tak kalah antusiasnya dengan yang remaja.
            Meski diakui kebiasaan anak memegang HP mendorong keterampilan tangan mengolah sejumlah vitur, terbiasa dengan teknologi dan game. Tak jarang membuahkan kreaktifitas misalnya membuat paduan gambar, mengolah rangkaian peristiwa, membuat video lucu, video tutorial dan menguploadnya di youtube. Kadangkala saya pun dibuat kagum dengan video kreaktif yang dibuat anak 8 dan 10 tahun.Mungkin saya tak akan mampu membuatnya saat seusia mereka. Zaman telah berubah teknologi komunikasi merambah ke segala usia dan segmen. Era baru.Program digital dan pembelajaran digitalpun bisa diakses melalui smartphone. Serasa sekolah tatap muka tak akan diperlukan lagi di kemudian hari karena semua pembelajaran dan tugas bisa diakses melalui smartphone.
Simulasi Jean Baudrillard
Jean Boudrillard yang lahir di Perancis 1929, dari keluarga petani urban. Sosiolog Boudrillard menganggap bahwa masyarakat modern adalah merupakan simulasi. Simulasi adalah serangkaian reproduksi ( melalui teknologi komunikasi, yang mendunia melalui televisi, media sosial ), penanda atau simbol adalah merupakan simulasi atau yang dibaca realitas sosial. Boudrillard mengajukan nilai tanda ( sign value ) dan nilai simbol ( simbol value) sebagai kerangka membaca realitas dewasa ini melalui konsumsi dan reproduksi. Masyarakat merupakan representasi simulasi sebagai tanda real ( fakta) yang tercipta melalui tanda,citra yang diproduksi bertumpuk dengan kenyataan yang dapat dilihat dan tampak.
Kenyataan anak-anak dan remaja hidup dalam simulasi tersebut. Simulasi yang menjadi kenyataan adalah model-model seperti: Justin Bieber, Stars war, Minions, Spider Man. Simulasi bukanlah kenyataan tapi fantasi. Hiperrealitas adalah realitas semu, dari kenyataan-kenyataan yang tumpangtindih. Aktifitas dunia maya dapat dipenuhi kegiatan yang positif seperti pendidikan dan berkenalan dengan siapapun tanpa mengenal batas. Mereka berinteraksi, bercakap-cakap, belajar, mengerjakan tugas, bahkan berkreasi dibidang komunikasi digital melalui smartphone. Realitas yang terjalin dalam berita sebagai simbol direproduksi dalam berbagai medsos merupakan fakta yang fantasi di alam pikir dirangkai dengan kenyataan bahwa kemajuan teknologi telah menggantikan interaksi primer dan produksi nilai – nilai sosial. Fenomena borderless tak mengenal batas. Seseorang bisa mengakses berita dan menerima atau mengirim pesan atau simbol secara bebas. Bagaimana nasionalisme tumbuh atau dibangkitkan pada generasi yang tidak mengenal batas negara dan nilai-nilai perjuangan ?
Kebangkitan Nasional
            Setiap 20 Mei Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Sekolah sekolah memperingatinya melalui Upacara Bendera dan mendengarkan orasi tentang sejarah atau puisi perjuangan. Nilai – nilai nasionalisme yang disinyalir dilahirkan oleh Boedi Oetomo bersifat nasional, pergerakan Boedi Oetomo adalah kesadaran tentang kaum berpendidikan tempo dulu yang berbeda dari perjuangan sebelumnya yang bersifat sporadis dan kedaerahan. Perjuangan melalui pergerakan organisasi melahirkan tokoh tokoh intelek seperti Sutomo, Douwess Dekker, Dr Cipto Mangunkusumo, Ir. Soekarno, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Dr Tjipto Mangunkusumo.
            Semangat, spiritual dan nilai nilai kebangsaan akan sulit dimiliki oleh generasi medsos karena model tidak tersedia. Model renaissance pernah di modelkan oleh film kartun kura – kura ninja. Konon kabarnya caplin juga parodi dari penjahat perang Adolf Hittler. Apakah diperlukan model model pahlawan di dunia maya? Mengingat itu upaya yang efektif yaitu menggunakan cara-cara reproduksi ala posmodern.
Rekayasa Simulasi
            Untuk memenangkan hati anak-anak dan remaja perlu dicoba mempopulerkan model – model seperti Sutomo, Douwess Dekker, Dr Cipto Mangunkusumo, Ir. Soekarno, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Deawantara, Dr Tjipto Mangunkusumo. Popularitasnya dapat diangkat melalui lomba karikatur sejarah, lomba membuat model-model pahlawan yang dibuat sinematografi dan diangkat dalam film kartun, sinetron, movie (film), visualisasi model dalam cerita dongeng seperti dimasukan dalam sinetron atau film seperti upin ipin adalah strategi penggunaan model pahlawan sebagai sosialisasi nilai perjuangan di era tanpa batas. Tanpa menafikan nilai perjuangan dan melecehan saran dibuat mempopulerkan dan menginternalisasikan nilai perjuangan kepada generasi medsos. Mereka dapat berkreasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya dibidang teknologi komunikasi namun bisa juga sekaligus mempelajari nilai nilai perjuangan secara riil. Perkembangan zaman menuntut kita orang dewasa berfikir ala remaja guna memperoleh hasil maksimal. Cara – cara yang dipakai menggunakan cara cara remaja untuk meraih dan memenangkan perhatiannya. Semoga nilai nilai perjuangan Indonesia tidak lagi asing bagi generasi penerus. Beraneka lomba yang kreaktif diviralkan untuk mempengaruhi perhatian kaum muda. Kenyataan simulasi yang riil melalui model model pahlawan diharapkan menumbuhkan euforia perjuangan sebelum akhirnya benar-benar menjadi kesadaran.Bukankah patut dicoba?

Tidak ada komentar:

PESONA WADUK CENGKLIK DESA NGAGOREJO

Materi K 13 Kelas XII PERUBAHAN SOSIAL                     Ada istilah di dunia ini tidak ada yang abadi. Semua bisa berubah sewaktu waktu o...